Juni 22, 2011

Rahasia Nomor Seri Rp.100.000 (2004)





Setiap uang kertas mempunyai nomor yang unik dan tidak pernah sama atau terulang. Untuk saat ini nomor seri yang dipergunakan terdiri dari 3 huruf (prefiks) diikuti 6 angka. Bank Indonesia mempunyai sistem penomoran yang mengikuti aturan tertentu. Seperti apa aturan tersebut? Info uang kuno kali ini akan mencoba untuk membahasnya.





Pada pecahan 100.000 rupiah emisi 2004 terdapat dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu nomor seri (3 huruf) dan tahun cetak "PERUM PERCETAKAN UANG RI IMP 200x" yang terletak di sudut kanan bawah sisi belakang. Kedua hal tersebut rupanya saling hubungan. Seperti apa hubungan tersebut?


Nomor seri terdiri dari 3 huruf (PDQ)





Tahun cetak dimulai dari tahun 2004



Setelah melalui pengamatan yang cukup lama, ternyata prefiks pada uang kertas pecahan ini (dan juga beberapa pecahan lainnya) mempunyai rumus sebagai berikut:
Prefiks yang pertama di cetak: AAA, diikuti AAB, AAC dan seterusnya sampai AAZ. Lalu setelah itu naik menjadi BAA (BUKAN ABA), diikuti BAB, BAC dan seterusnya sampai BAZ. Berlanjut terus menjadi CAA, CAB dst sampai CAZ. Setelah sampai ZAZ, baru menjadi ABA.


Singkatnya adalah demikian:

AAA---AAZ

BAA---BAZ

CAA---CAZ dst sampai ZAZ baru huruf kedua berubah menjadi ABA

ABA---ABZ

BBA---BBZ dst.


Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa huruf kedualah yang menjadi dasar perhitungan, bukan huruf pertama seperti yang selama ini kita duga.
Setiap huruf diikuti oleh 6 digit angka yang bermula dari 000001 s/d 999999 (999999 lembar uang kertas, atau kita genapkan saja 1 juta lembar). Berarti dari prefiks AAA, terdapat 1 juta lembar uang kertas, demikian juga AAB, AAC dan seterusnya. Karena abjad kita terdiri dari 26 huruf dari A-Z dan hanya 24 saja yang digunakan (I dan X tidak dipakai) maka setiap satu siklus lengkap huruf ketiga (misal dari AAA s/d AAZ) terdapat 24 x 1 juta lembar = 24 juta lembar.




Demikian juga dari BAA s/d BAZ, CAA s/d CAZ, masing2 terdapat 24 juta lembar uang kertas. Bila dijumlahkan setiap pergantian huruf kedua dari AAA menjadi ABA berarti telah dicetak sebanyak 24 x 24 x 1 juta lembar = 576 juta lembar uang kertas. (mohon koreksi bila saya salah)
Setiap prefiks dicetak pada tahun tertentu, dimulai dari tahun 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 dan yang terakhir berubah menjadi 2004 tetapi dengan tanda tangan Boediono. Bagaimana hubungan antara prefiks dengan tahun cetaknya? Silahkan pelajari tabel di bawah:


A-Z adalah huruf pertama
A-D adalah huruf kedua
Angka 4-5-6-7-8-9 menunjukkan tahun emisi
Huruf B menandakan tanda tangan Boediono

1. Hubungan antara prefiks dengan tahun cetak

Prefiks AA- sampai dengan BA- mempunyai tahun cetak 2004
Prefiks CA- sampai dengan SA- mempunyai tahun cetak 2005
Prefiks TA- sampai dengan MB- mempunyai tahun cetak 2006
Dan seterusnya sampai saat ini yang terakhir dicatat adalah YD- (pasti akan terus bertambah)
Diantaranya terdapat peralihan, misalnya prefiks LB- ada yang memiliki tahun emisi 2006 tetapi ada juga yang 2007. Peralihan dapat terjadi pada beberapa prefiks yang berdekatan.


2. Jumlah Cetak

Dari tabel tersebut juga dapat dilihat perkiraan jumlah cetak dari masing2 tahun emisi, yang paling sedikit tentu saja yang beremisi 2004 (hanya ada AA- sampai BA-) berarti diperkirakan hanya terdapat 2 x 24 juta lembar uang kertas, disusul emisi tahun 2009 tt lama (Burhanuddin Abdullah) sekitar 4x, sedangkan untuk tahun2 emisi lainnya (2005, 2006, 2007, 2008 dan Boediono) relatif seimbang. Tidak heran diwaktu yang akan datang, emisi 2004 dan 2009 tt lama akan bernilai sedikit lebih mahal dibandingkan emisi tahun2 lainnya. Bila rumus di atas benar maka sampai saat ini telah dicetak sebanyak 4 x 576 juta = 2.304 juta lembar uang kertas. Apakah memang demikian, kita tunggu informasi lebih lanjut dari pihak yang terkait.

3. Prefik I

Sampai dengan saat ini saya tidak menemukan nomor seri di pecahan 100.000 rupiah yang mempergunakan huruf I, sangat mungkin huruf ini sengaja tidak dipakai agar tidak keliru dengan angka 1. Tetapi di pecahan 1000 rupiah huruf I tetap dipergunakan.

4. Prefiks X

Huruf X juga tidak dipergunakan sebagai nomor seri dari uang yang biasa dicetak, tetapi dipakai sebagai seri pengganti bila ada uang yang rusak atau cacad. Karena itu seri X tidak mengikuti rumus di atas, tetapi mempunyai aturan atau rumus tersendiri. Untuk saat ini, sepertinya rumus yang yang dipakai adalah mengikuti aturan umum yaitu dimulai dari XAA, XAB, XAC, dst sampai XAZ, lalu beralih ke XBA, XBB, dst. Tetapi apakah XAX atau XBX dipakai atau tidak masih perlu penelitian lebih lanjut. Data yang berhasil saya kumpulkan sampai saat ini memang masih sangat minim sekali.
XBA (2006)
XCU (2007)
XDU (2007)
XFU (2008)
XGL (2009)
XGR (Boediono)
XHB (Boediono)
Dimana peralihan dan berapa banyaknya prefiks X yang dipakai belum bisa saya tampilkan, karena kurangnya data. Mohon bantuan teman2.


Penelitian kecil2an semacam ini dapat dilakukan pada semua jenis uang kertas, dan saya menghimbau kepada teman2 semua untuk memulainya dengan pecahan2 lain yang masih berlaku, misalnya pecahan 50 ribu, 20 ribu, 10 ribu, 5 ribu dan seribu rupiah. Dan harap diingat bahwa tidak semua pecahan mempergunakan rumus tersebut, pecahan 5 ribu rupiah contohnya, tidak memakai aturan seperti yang sudah diterangkan, adakah diantara teman2 yang mengetahuinya? Silahkan dicari. 
 

http://www.uang-kuno.com/2009/11/info-uang-kuno-4.html

0 komentar

Posting Komentar

Daftar Isi

Kontak Jodoh Mobil Bekas Pasang Iklan Rumah Wirausaha